STRES hampir tak lagi bisa dipisahkan dengan
gaya kehidupan moderen yang penuh dengan
tuntutan dan situasi ketegangan yang
mengikutinya. Setiap lini kehidupan manusia
modern selalu dilumuri berbagai tekanan yang
membuat diri menjadi penat dan tidak nyaman.
John. W. Santrock, seorang pakar psikologi
perkembangan mendefiniskan stres sebagai
respon individu terhadap lingkungan dan kejadian,
atau lebih dikenal dengan stresor, yang kita
anggap mengancam, menegangkan dan
membutuhkan kemampuan kita untuk
mengatasinya. Mulai dari persoalan kenaikan
BBM, melambungnya harga kebutuhan sehari-
hari, target kerja yang tidak terpenuhi sampai
dengan peliknya relasi dengan keluarga atau
teman kerja adalah contohnya. Secara
substansial stres merupakan kondisi eksternal
yang menegangkan, tidak diharapkan oleh
seseorang, dan cenderung membuat diri tidak
nyaman.
Tidak ada ambang yang objektif untuk
menentukan situasi sebagai stresor, namun
secara subjektif stres yang dialami seseorang
dapat memicu serangkaian dampak negatif.
Crowley Jack, Phd, psikolog dari Western
Washington University, menjelaskan bahwa
secara psikologis, stres dapat memicu terjadinya
kecemasan, hilangnya gairah hidup, depresi,
bahkan agresivitas yang meningkat. Sedangkan
secara fisik stres dapat mengakibatkan
instabilitas tensi, gangguan pencernaan,
penurunan imunitas, serta percepatan penuaan,
bahkan kanker.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk
mengelola stres supaya efek buruknya tidak
merebak menjadi hal yang negatif. Mulai dari
teknik-teknik spiritual-kultural ; meditasi, terapi
aroma, olah pernafasan sampai dengan teknik
psikologi moderen ;konseling, refreshing
tecnique, manipulasi kognitif ataupun metode
transformasi paradigma.
Kemunculan pendekatan tersebut dapat kita lihat
dalam berbagai tawaran healing program,
pelatihan pengembangan kepribadian ataupun
berbagai program konseling yang ditawarkan
banyak biro psikologi. Pun tidak bisa dinafikkan
bahwa kebanyakan teknik reduksi stres yang
sekarang ini berkembang tidak mampu diakses
oleh semua kalangan, karena berbagai
keterbatasan, juga barangkali kerena
eksklusivitas lembaga penyedia jasa.
Nah, sebenarnya ada metode reduksi stres lain
yang natural dan pasti aksestebel bagi semua,
yaitu berteriak (shout a loud). Secara alami,
setiap pribadi pasti pernah melakukannnya
dengan berbagai cara saat mengalami
ketegangan. Dr.Vincent Tuason, direktur bagian
psikiatri St. Paul Ramseu Medical Centre
Minesota, menjelaskan bahwa berteriak
merupakan sebuah mekanisme pengurangan
ketegangan dan ketidaknyamanan yang bersifat
alami.
Saat kita tertekan dan dalam kondisi tidak
tertahankan, biasanya kita menjadi lebih stabil
sehabis berteriak. Teriakan adalah sebuah
pelepasan ketegangan (chatarsis). Sementara
Prof. Jeffrey Lohr, dari J William Fulbright
College of Arts and Sciences, menjelaskan
bahwa berteriak memberikan sensasi
pengendoran otot yang tegang karena kondisi
stres.
Beberapa bukti kultural tentang kebiasaan
berteriak sebagai sebuah mekanisme penenangan
diri telah dilakukan oleh berbagai bangsa
sebelum abad ini. Adalah penduduk yang tinggal
di kepulauan Solomon Pasifik Selatan yang
menjadikan kebiasaan berteriak sebagai tradisi
kultural saat mereka frustrasi dan menemui
kesulitan.
Saat mereka mengalami ketegangan, memanjat
pohon dan berteriak sekeras-kerasnya dipercaya
dapat memberikan pencerahan batin yang
menuntun pada kreativitas. Bangsa Persia
pertengahan biasa melantunkan doa-doa dengan
suara yang keras untuk mencapai ketenangan diri
dan ekstase transenden.
Tentu saja, di lingkungan zaman moderen seperti
sekarang, kita tidak bisa berteriak sesuka hati
karena di sekitar kita telah padat dengan
kehadiran orang lain. Berteriak secara primitif
justru akan menimbulkan ketegangan baru
dengan orang lain yang merasa terganggu, dan
stres pun justru akan meningkat.
Berteriak saat stress perlu dilakukan dengan
tepat dan pada tempat yang benar. Anand
Krishna, seorang praktisi penyembuhan holistik
dalam Buku Atma Bodha menjelaskan bahwa kita
bisa berteriak melepas ketegangan dengan duduk
beralas di tempat tempat nyaman seperti pantai,
gunung, dan tempat nyaman lainnya. Di tempat-
tempat itu kita bisa berteriak bebas. Barangkali
ini adalah sebuah saran untuk berteriak yang
sesuai dengan kondisi kita saat ini.
Ketegangan, tekanan, tuntutan di lingkungan kita
yang mengganggu kenyamanan diri barangkali
adalah sebuah keniscayaan modernitas, namun
berbahagialah mereka yang masih bisa berteriak
dengan tulus hati.
EmoticonEmoticon